Kamis, 04 April 2013





 
Lakon
JAM DINDING YANG BERDETAK
(Catatan kecil sebuah keluarga dalam dua adegan)
Karya Nano Riantiarno

















PARA PELAKU

THOMAS PATTIWAEL                   Papa umur kira-kira 45 tahun
MARIE PATTIWAEL                       Mama umur kira-kira 43 tahun
BENNY                                              Anak Lelakinya
MAGDA                                             Anak perempuannya
OMA                                                   Seorang nenek tetangga mereka
POLISI










































SELURUH KEJADIAN INI TERJADI DI SALAH SATU RUMAH YANG TERLETAK DI KOMPLEK ORANGORANG MISKIN DAN ORANG –ORANG PENSIUNAN. RUMAH DIBAGI JADI TIGA BAGIAN TAPI BERSAMBUNGAN SATU SAMA LAIN / SIMULTAN SET.

PERTAMA-TAMA 
KITA MELIHAT HALAMAN DEPAN, ADA POHON PISANG BEBERAPA BATANG. SATU POHON JAMBU DAN SATU POHON KERSEN, DIMUKA RUMAH ADA LENTERA TERGANTUNG PERSIS DI ATAS KURSI GOYANG DEKAT JENDELA KAYU.

KEDUA RUANG TENGAH 
TERDAPAT SEBUAH SOFA REOT, PERMADANI BUTUT, DUA BUAH KURSI ROTAN. SEBUAH LEMARI PECAH BELAH DI SUDUT RUANG DEKAT PINTU. BERGORDYN KORDURAY HIJAU LUMUT, SEBUAH LOBANG PINTU TAK BERDAUN PINTU DARI SEBUAH KAMAR TIDUR YANG PASTI SEMPIT , SEBUAH JAM DINDING TERPAKU DIANTARA SOFA MEGAH DIANTARA POTRET –POTRET TUA, KELIHATAN JAM ITU SANGAT ANTIK. KEADAAN KAMAR ITU BETUL-BETUL BERANTAKAN.

BAGIAN KETIGA
RAK PIRING BESI YANG CATNYA SUDAH MULAI LUNTUR DAN KARATAN. EMBER BERBAUR DENGAN ALAT –ALAT LUKIS, CAT-CAT, TUBE-TUBE KOSONG FIGURA-FIGURA KANVAS SETENGAH BERLUKIS DAN LUKISAN-LUKISAN BERTUMPUK DI SATU SUDUT. KITA MELIHAT DAPUR SAMA BERANTAKANNYA DENGAN RUANG TENGAH. PADA SAAT LAMPU FADE IN KITA MELIHAT SESEORANG BERKERUDUNG SELIMUT TIDUR DI BAWAH SOFA. BERGELUNG DAN MENDENGKUR, DARI SEBELAH DAPUR KITA MENDENGAR REBUT-RIBUT, HARI BARU PUKUL TUJUH PAGI. MATAHARI BELUM BEGITU PANAS




















ADEGAN PERTAMA

MAMA  (Muncul dari dapur sambil memukul-mukul baki).
Bangun … bangun matahari sudah tepat di atas kepala kita. He, pemalas … ayo bangun tak
tahu malu. Laki-laki sebesar lembu sesiang ini masih tetap berselimut. Benny,bangun. Benny

PAPA  (Dari dalam kamar)
Marie ...

MAMA 
Mau jadi apa kau kelak? Sudah tak punya kerja selain selain setiap hari kerja tidur tiduran melulu

PAPA  (Dari dalam kamar)
Marie … tuli telinga kau Marie …

MAMA 
ya, ya ada apa?

PAPA  (Dari dalam kamar)
Di mana kau taruh dasiku?

MAMA 
Di atas lemari. Benny, bangun, mandi dulu biar segar. Hei pemalas jika
tidur lagi, sambunglah nanti sehabis mandi

PAPA  (Dari dalam kamar)
Tak ada.

MAMA 
Dekat kotak topi, di dalam tas plastik merah.

PAPA  (Dari dalam kamar).
Brengsek, sejak kapan ia berada di situ.

MAMA 
Brengsek, sejak kau taruh dasi di kamar mandi. Benny, bebalnya anak ini.
Kusepak kau, kusepak kau nanti ...

BENNY  (Menggeliat)
Masih pagi, Mama ...

MAMA 
Pagi, pagi. Buka lebar–lebar matamu. Tak baik tidur lewat jam tujuh pagi
menjauhkan rejeki. Ayo bangun, bangun!

BENNY 
Selalu yang itu-itu juga . Aku tidur jam empat pagi, Mama ...

MAMA 
Siapa yang menyuruhmu tidur tak teratur hah?

BENNY 
Aku melukis Mama. Aku menyelesaikan lukisan.

MAMA  (Mulai menyetrika ).
Hah, melukis, melukis apa? Apa tak ada kerjaan lain selain itu? Dan apa hasilnya? Apa? Cuma kecapean dan telat bangun. Dari dulu mama sudah bilang takkan ada gunanya kau melukis. Cuma membuang–buang waktu saja. Apa kau bisa makan karena itu ? Tidak. Melukis adalah pekerjaan pengangguran. Tapi kakakmu mungkin punya pertimbangan lain sehingga ia mengizinkan kau masuk seni rupa. Lalu apa hasilnya? Tak ada. Cuma omong kosong. Jerih payah kakakmu menyekolahkan kau cuma sia-sia, tak ada artinya. Kau keluar–keluar entah kenapa ...

BENNY 
Mama ...

MAMA 
Bosan aku. Kau seakan akan menutup mata terhadap semua ini. Kakakmu-Mamamu-Papamu bekerja membanting tulang sedang kau enak-enakan tidur, melukis ...

PAPA  (Dari dalam kamar)
Marieee ...

MAMA 
Apa lagi?

PAPA  (Dari dalam kamar)
Apa sudah kau semir sepatuku? Ada debu menempel di ujungnya. Di mana kau taruh kaus sepatuku?

MAMA 
Di dalam keranjang hitam, Tuan besar........

PAPA  (Dari dalam kamar)
Yang satunya lagi yang ini sudah bau telur busuk. Sudah satu bulan tidak kau cuci.

MAMA 
Apa kau mau ke tempat orang kawin? Ke pesta? Pakai yang itu. Yang satunya masih belum basah, belum kering betul …

PAPA  (Dari dalam kamar)
Malas ... apa kerja kau selama ini?

MAMA 
Apa katamu? Cucian dan setrikaan orang yang masih harus kubereskan bertumpuk, berkumal di keranjang. Sementara itu hujan terus menerus turun selam tujuh hari tujuh malam dan masih bilang aku pemalas?

MAGDA  (Masuk, kepalanya bergelung handuk)
Sudahlah, mama. Sepagi ini sudah berteiak-teriak. Tetangga-tetangga masih banyak yang tidur.

(Pada Benny)

Benny, sebelum diserobot orang lain, kamar mandi masih kosong. Cepat ...

MAMA 
Ia pikir aku enak-enak goyang kaki di rumah. Bagus betul.

MAGDA 
Udahlah, Mama. ( Pada Benny) Benny ...

MAMA 
Benny, cepat mandi sebelum disebot orang.

BENNY 
Pasti sudah diserobot orang lain.

MAMA 
Lihat dulu, baru bisa bilang begitu.

BENNY  (Segan-segan)
Baiklah, Mama. Aku akan teruskan tidurku di kamar mandi.

MAMA 
Ya, dan orang-orang akan berteriak-teriak di depan pintu kamar mandi.
Yang antri menunggu giliran mandi masih banyak ...

BENNY  (Pada Magda)
Handukmu ...

MAGDA  (Melepaskan handuknya)
Nih!

MAMA 
Sikat gigi, odol, gayung, sabun mandi_ jangan lupa.

MAGDA
Kutinggalkan ia di sana.

BENNY 
Ah, ada harapan barang-barang itu hilang.

(Keluar cepat)

MAMA
Pemalas.

MAGDA 
Mama terlalu kaku menghadapi Benny, seharusnya tidak boleh begitu.

(Menyisir rambutnya)

Kasihan Benny, andaikan saja ia punya jabatan yang tinggi di fakultasnya, tentu tak mungkin ia bisa dikeluarkan, dipecat. Ia anak pandai, punya otak dan tak mudah percaya pada apapun.

MAMA 
Kau terlalu memenuhi apa yang dia minta.

MAGDA 
Aku mengerti dia, Mama. Itu soalnya.

MAMA 
Mestinya ia sudah punya rencana untuk bekerja membantu kita ...

MAGDA 
Ia bekerja, Mama. Ia melukis tiap waktu, dengan begitu ia berarti melatih bekerja. Siapa tahu suatu saat ia bakal jadi sesuatu. Biarkan ia punya panggilan yang lain.

MAMA
Kita butuh uang untuk bisa terus mempertahankan hidup. Seharusnya anak sebesar ia juga mulai mencoba-ciba berpikir bagaimana cara mengatasinya.

MAGDA
Mama, ia lagi menyimpulkan. Ia hanya sedang mengalami kekagetan,bahwa ternyata terdapat pengaruh besar terhadap jalan hidupnya. Dan karena kekagetan itu mungkin ia menderita sakit sebentar. Tapi jangan khawatir. Sebentar lagi tentu ia akan sembuh kembali.

MAMA 
Aku tahu itu, coba ia bisa rem kehendak untuk berbantah dengan gurunya tentu ia masih sekolah sekarang ini.

MAGDA 
Pertengkaran pendapat itu biasa Mama. Apa lagi dikalangan mahasiswa.Sedikitnya Benny dengan jujur dan gigih telah mampu mendapatkan kekuatan untuk mempertahankan pendapatnya walau resikonya sesudah itu ia dipecat.

MAMA 
Guru, biar bagaimanapun tentu lebih pandai dari pada murid-muridnya. Kalau tidak tak mungkin ia jadi guru.

MAGDA 
Belum tentu. Kadang-kadang ada guru yang terlalu mempertahankan pendapat-pendapat yang sudah kuno, usang sedang zaman semakin maju. Dan kita tak tahu semua pendapat mereka bisa diterapkan pada saat mereka-mereka itu mulai menua.

MAMA 
Ya, tapi dengan begitu Benny dengan sengaja telah menutup salah satu jalan hidupnya.

MAGDA 
Nah, kini sedang ia buktikan apakah tuduhan Mama itu betul atau tidak.

PAPA 
Jika kita dengar sedari tadi ia bicara tentang dasi, kaus kaki, sepatu yang mengkilat tentu bayangan kita telah tertambat pada kerapihan seorang parlente. Tapi tidak. Begitu ia keluar dari kamar kita cuma melihat monumen jaman yang sudah lampau. Tidak lagi up to date. Ia memang memakai dasi tapi yang murahan, baju keriput karena memang bahannya murahan, celana komprang dan sepatu; putih. Memang tanda-tanda parlente masih terdapat sisa-sisanya. Apa yang kalian pertengkarkan?.

MAGDA 
Bukan apa-apa Papa. Hanya soal Benny.

PAPA 
Selalu Benny. Ia sudah besar, tahu apa yang baik buat dia. Biar dia memilih.

MAGDA 
Aku juga berpendapat begitu.

PAPA 
Ia laki-laki dan setiap laki-laki harus tahu banyak tentang segala hal. Dadanya harus dipenuhi oleh pengalaman-pengalaman.

MAMA 
Ya, hingga semakin hari ia semakin tenggelam ia oleh kelaki-lakiannya sendiri.

PAPA 
Seperti aku Papanya … Begitu bunyi kalimat lanjutannya bukan? Nah sudahlah. Tak baik bertengkar sepagi ini. Tetangga-tetangga akan mendengarnya dan ...

MAMA 
Mereka sudah terbiasa mendengar teriakan-teriakan kita.

PAPA 
Dan mengapa kita tidak merasa malu, ya? Heran juga aku. Eh, tak kau sediakan kopi buatku? Sarapan pagiku?

MAMA 
Kau ingin apa? Telur mata sapi? Nasi goreng? Kornet atau serdencis? Segalanya sudah tersedia Tuan besar ...

PAPA 
Di mana?

MAMA 
Di toko. Dan untuk mengambilnya kita memerlukan kertas berharga.

PAPA  (Tertawa).
Kau ini terlalu mata duitan. Sudahlah, kalau memang tak dapat kita ambil berhubung kita tak punya kertas berharga, kopi pahit pun tak apa, atau remah-remah roti, atau kerak nasi yang digoreng.

MAMA 
Kau melucu. Tak ada kopi, tak ada remah-remah roti juga tidak ada kerakkerak
nasi. Yang ada cuma ini Air dingin dan angin. Nikmatilah sebelum kau pergi.

PAPA  (Tersenyum)
Nasib.

MAMA
Jangan mengeluh.

PAPA  (Menyambung)
Tak menjauhkah rezeki.

MAGDA  (Menyambung )
lebih baik terima segalanya dengan tabah .

MAMA 
Konyol.

PAPA 
Mengapa? Kita cuma mencoba menyelesaikan kalimat –kalimat darimu. Bukan begitu, Magda?

MAGDA 
Ya, Mama. Ingatan kita terang sekali bukan?

PAPA 
Apa betul-betul tak ada sedikitpun sisa-sisa makanan. Rasanya aku semalam
melihat roti tertimbun di sudut–sudut dapur.

MAMA 
Mimpi. Apa lagi yang aku lihat. Tentu kau melihat ...

PAPA 
Emas berbungkal-bungkal dan duit.

MAMA
Lalu ?

PAPA 
Yang ini aneh. Aku melihat kau duduk di kursi goyang, tenang mengeluarkan butiran-butiran kristal dari matamu. Kau duduk di sudut dekat peti beras.

MAGDA 
Yang sudah kosong.

PAPA 
Sudah kosong? Begitu cepat?

MAGDA 
Yang kita makan tadi malam adalah sisa-sisa terakhirnya.

MAMA 
Tentang kristal-kristal itu? Dan lalu? Apa lagi?

PAPA 
Dekat peti beras kau duduk di kursi goyang dengan kepala sebesar gajah dan mata sebesar durian berwarna merah.

MAMA 
Kau mabuk.

PAPA 
Jangan marah aku cuma ingin mencoba memakai cara lain untuk membuat perut kita menjadi kenyang.

MAGDA 
Coba kalau kita bisa kenyang tidak melulu lantaran makan.

PAPA 
Aku yakin kita pasti bahagia.

BENNY  (Masuk cuma memakai handuk yang dililitkan di pinggangnya).
Nenek yang mukanya seperti labu itu benar-benar menjengkelkan. Mama pikir
orang mandi itu bisa bersih; dalam satu menit?

MAMA 
Benny, tak pantas kau begitu. Kau kan bukan anak-anak lagi.

PAPA 
Dia menggedor-gedor pintu kamar mandi. Mandi Mama pikir bisa tenang dengan iringan musik berupa gedoran–gedoran pintu? Padahal aku baru saja masuk.

(Pada Magda).

Sudah kukatakan padamu, pasta gigi sudah tak ada di tempatnya lagi. Tiga minggu aku disini dan korbanku meliputi lima sabun mandi, dua pasta gigi, dan satu lagi sikat gigi. Brengsek. Semuanya patut dicurigai.

(Masuk).

MAMA 
Benny ...

BENNY  (Dari dalam kamar)
Kita di kelilingi pencuri-pencuri Mama.

PAPA 
Benny tidak salah.

MAMA 
Lalu apa yang akan kau lakukan? Menggeledah kamar-kamar tidur mereka
dan kita ajukan ke pengadilan jika pencuri-pencuri itu bisa tertangkap?

PAPA 
Tak usah repot-repot. Kalau ada kesempatan, kita curi punya mereka dan mereka harus merasa puas dengan barang–barang barter itu.

MAMA 
Terlalu.

(Pada Magda).

Kau tidak lekas-lekas berangkat?

MAGDA 
Tenang Mama. Masih lama. Baru jam tujuh lewat sedikit.

PAPA  (Menunjuk jam dinding).
Ah dia belum mendapat giliran rupanya?

MAMA 
Giliran apa?

PAPA 
Berubah menjadi makanan. Beras misalnya.

MAMA 
Tidak. Yang ini akan mendapat giliran yang paling akhir. Nanti jika memang sudah tidak ada lagi sesuatu yang bias kita jual. Ia merupakan satu-satunya kenangan dari kau, Tom- satu-satunya pemberian yang paling berharga darimu pada ulang tahun perkawinan kita yang pertama. Kau masih ingat?

PAPA 
Ingatanku sudah rusak sejak aku berhenti bekerja.

MAMA 
Kau ingat Tom. Pasti kau masih ingat.

MAGDA 
Jangan khawatir Mama. Ia hanya pura-pura tidak ingat.

PAPA 
Dua puluh empat tahun yang lalu ...

MAMA 
Ya ...

PAPA 
Ya.

MAGDA 
Nah, kan ? Sudah kukatakan, Papa cuma pura-pura tidak ingat.

PAPA 
Waktu itu kau masih secantik dia bukan Marie? (Menunjuk Magda).

MAGDA 
Mama lebih cantik dari aku.

MAMA 
Omong kosong. Mukaku seperti kucing buduk.

MAGDA 
Ayolah Mama, ayolah. Kecantikanmu waktu masih muda tak ada yang bias menandingi.

PAPA 
Ada cerita yang sangat menggelikan. Kau tahu, pada waktu itu Papamu benar-benar tergila-gila padanya sehingga pernah selama tiga malam berturut-turut tidur di teras rumahnya.

MAMA
Astaga selama ini kau tidak pernah bilang apa-apa padaku, tentang itu. Lalu apa saja yang kau kerjakan selama tiga malam itu?

PAPA 
Menunggu. Kalau kau keluar sendirian pada malam hari, secara kebetulan mencari angin karena kau kepanasan atau apa saja, aku akan senang.

MAMA 
Jika ternyata aku keluar sendirian, duduk di teras. Apa yang akan kau lakukan?

PAPA 
Ya ... Begitu saja. Mungkin cuma memandang, lalu senyum dari tempat yang gelap dan membayangkan jika saja ... jika saja ... begitulah.

MAGDA 
Ah ... Papa. Begitu penakutnya kau?

PAPA 
Zaman dulu, nak ... lain dengan zaman sekarang.

MAGDA  (Menyambung)
Anak-anak muda dulu nak …lain dengan yang sekarang.

PAPA 
Nyinyir ...

MAMA 
Cuma bisa bertahan tiga malam Tom ?

PAPA 
Ya sayang sekali malam ke-empat seorang penjaga malam menangkapku dan menuduh aku pencuri. Terpaksa kenekatanku Cuma bertahan tiga malam.

(Semuanya tertawa).

OMA  (Dari jendela yang terbuka menonjolkan kepalanya).
Marie ...

MAMA 
Ya?

OMA 
Kau telah dengar?

MAMA 
Apa, Oma?

OMA 
Rice

MAMA 
Rice? Mengapa Rice?

OMA 
Bunuh diri.

MAMA 
Hah?

MAGDA 
Siapa? Kenapa Oma?

OMA 
Rice. Semalam mayatnya diketemukan di pelabuhan dalam keadaan

(Melihat sekeliling)

Tapi janji, kau tidak akan cerita pada siapasiapa soalnya belum ada yang tahu kecuali aku.

MAMA 
Ya, ya, kenapa?

OMA  (Hampir berbisik).
Dia hamil empat bulan itu menurut dokter. Dari dulu sudah berkali-kali aku menasehatkan kepadanya, tidak baik gadis muda sering keluar malam. Bukan apa-apa banyak setan yang lewat. Tapi yang dia lakukan apa? Selalu mencibirku dan tetap keluar malam. Nah ini
akibat semua itu.

MAMA 
Rice? Dan mayatnya Oma?

OMA 
Ada dirumah sakit. Peter dan Stella pagi-pagi buta telah ke rumah sakit. Kau tahu mengapa aku tahu semua ini Marie?

MAMA 
Ya?

OMA 
Pagi-pagi sekitar jam setengah lima, perutku terasa tiba-tiba mules. Dengan agak malas aku pergi ke kamar kecil. Kau tahu kamar mereka dekat dengan kamar kecil bukan ? Nah, dari situ aku mendengar seluruh cerita polisi tentang Rice

(diam).

Kasihan Rice. Dia sebetulnya anak yang baik, jika saja Papa dan Mamanya tidak setiap hari
bertengkar.

BENNY  (Keluar dari kamar)
Papa.........apa kita masih mampu untuk memelihara burung beo?.

PAPA 
Beo? Seekor anjing herderpun kita masih sanggup.

BENNY 
Nah, aku akan ambil besok.

(Duduk).

Perutku lapar sekali.

OMA  
Marie, aku pergi dulu.Eh, apa kau tidak ke pasar? Jangan terlalu siang jika kau tak mau mendapat sisa

MAMA 
Aku akan titip nanti, Entin belum ke pasarkan ?.

OMA 
Belum. Tapi betul-betul kau harus tutup mulut Marieee, Aku cuma percaya kau.

MAMA 
Ya, Oma.

(Oma pergi setelah mengangguk).

BENNY 
Jangan khawatir Oma, Mamaku bermulut tembaga. Tak akan lumer jika api benar-benar panas.

MAMA 
Benny, tak baik begitu.

BENNY 
Selalu celoteh, nyinyir. Nah, Mama kalau kau ingin tahu, nenek itulah yamg telah menggedor-gedor kamar mandi. Padahal kau tahu dia tidak mandi tapi cuma kencing.

PAPA  (Tertawa).
Barangkali sudah ia keluarkan sebelumnya.

MAMA 
Tom …

PAPA 
Apa?

MAMA 
Kasihan Rice.

BENNY 
Tak ada makanan, Mama?

PAPA 
Baru saja kau menelannya tadi. Sarapan pagi yang lezat.

BENNY
Rice yang tinggal di dekat kamar mandi itu Mama ?

MAGDA 
Ya.

BENNY 
Yang mulutnya begitu merah sehingga aku kaget ketika pertama kali aku melihatnya. Hampir aku menyangka bahwa ia baru saja memangsa darah.

MAMA 
Benny, Tak baik begitu. Ia sudah meninggal.

BENNY 
Aku tidak memburuk-burukannya kan?

PAPA 
Ah sudah waktunya aku pergi. Aku mesti buru-buru sedikit. Ada sesuatu yang mesti aku kejar

MAMA
Apa?

PAPA 
Duit! Mudah-mudahan terkejar dan tertangkap olehku. Aku pergi.

MAMA 
Tom.

PAPA 
Tak usahlah. Nanti saja.

BENNY 
Mama cuma ingin bilang bawalah duitnya banyak-banyak, Papa.

PAPA 
Begitu?

BENNY  (Tertawa).
Ya

PAPA 
Tidak lebih dan tidak kurang. Sama seperti pada hari-hari yang lalu.

MAMA  
Jangan kau pulang terlalu malam Tom.

PAPA  (Dari luar kita mendengar)
Mudah–mudahan.

MAGDA 
Bawa oleh-oleh buat Mama, Pa.

BENNY 
Ia sudah pergi.

(Diam Ibu menerika).

Berapa banyak kira-kira gentong bir itu akan memberi Papa duit?.

MAGDA 
Mengapa ? Mama sudah tahu sejak lama bukan?

MAMA 
Sudahlah Benny. Ambilkan keranjang cucian di kamar tidur.

BENNY  (Patuh)
Mama sudah lama tahu bahwa dia punya saingan. Lebih buruk tapi kaya. Aku yakin papa sudah ditunggu oleh dia.

(Keluar membawa keranjang berisi pakaian yang akan diseterika).

MAGDA 
Bagaimanapun juga ia Papamu.

BENNY 
Dan juga Papamu. Dulu, Aku pikir baru aku sendiri tahu hal itu, tapi ketika aku menceriakan padamu ternyata kau sudah tahu, dan Mama juga. Semua tahu. Aneh memang, tapi nyatanya Mama tak mampu berbua apa-apa,

(Diam)

kita miskin, kita miskin, bukan Mama?

MAMA  (Agak tersinggung)
Aku temui Entia dulu mudah-mudahan dia belum berangkat ke pasar.

(Keluar cepat).

MAGDA 
Benny, kau sakit hatinya.

BENNY 
Kasihan Mama.

(Mengeluh).

Dia sudah kehilangan keberaniannya.

MAGDA 
Papa seorang laki-laki, Benny. Dia hanya ingin …

BENNY 
Apa yang dia inginkan? Kepuasan? Dan apa yang mama inginkan? Duit? Mama tidak pernah bisa memberi kepuasan apa-apa pada Papa dan karena itu Ia membebaskan Papa untuk berbuat apa saja asal Papa bisa bawa pulang duit untuk bisa hidup. Sebuah barter yang adil. Tapi sudah begitu murahkah mama?

MAGDA 
Benny, banyak hal yang tidak bisa kau mengerti. Kau baru tiga minggu di sini. Selama ini kau di luar rumah dan melihat kemiskinan kita hanya dari angan-angan. Kau pulang dua kali setahun, itupun cuma dua malam. Dulu kau tidak begitu yakin kalau kita miskin? Tapi ini nyatanya, kita tidak punya apa-apa.

BENNY 
Kau pikir di luar rumah aku enak-enak? Dan berlagak kaya? Aku tahu, itu makanya aku tidak pernah malu untuk mendapatkan duit dengan mencatut bioskop. Aku tahu kalian di sini  membanting tulang untuk membiayaiku dan aku tidak pernah menutup mata melihat kenyataan itu.

MAGDA 
Satu hal harus kau tahu bahwa biaya sekolahmu ...

BENNY 
Aku sudah tahu. Kau dan si gentong bir, kekasih Papa itu yang membiayaiku selama ini bukan begitu? Aku sudah tahu, tidak usah kau ungkit-ungkit lagi hal itu.

MAGDA  (Menghela nafas).
Yah ...

BENNY  (Ia mengeluh).
Kasihan aku.

MAGDA 
Sudahlah, Benny. Kau harus berpikir sedikit tenang. Coba bandingkan apa yang telah kau ketahui.

(Dia melihat Benny)

Papa masih belum begitui tua, Ia masih punya kegairahan hidup. Kegairahan seorang laki-laki. Sementara itu ia dipecat karena pengurangan pegawai dan sejak itu aku bertekad menyetop sekolahku dan mulai mencari uang. Dan sejak itu pula papa mulai kehilangan pegangan. Tadinya ia percaya bahwa ia akan bias berkerja hingga pensiun. Tapi yang terjadi malah pemberian uang pesangon dan pemberhentian. Tapi apa arti uang pesangon jika pintu bekerja ditutup baginya. Lalu apa lagi keahlian Papa? Dia cuma buruh kecil. Dia tak punya keahlian apa-apa. Dan Mama lalu mulai sakit-sakitan, loyo dan masa bodoh menghadapi segala hal. Satu hal yang bertambah adalah cerewetnya, minta ampun. Memang ia bekerja sangat keras sekali, karenanya seluruh kegairahan hidupnya seakan-akan habis dihisap semua itu.

(Diam)

harapan kami satu-satunya cuma kau. Kami bersedia melakukan apapun untuk bisa membiayai sekolahmu. Kita telah menjadi satu sama lain. Memang tak masuk akal kedengarannya dan betapa sakit bila kita rasakan, seakan-akan harapan telah menginjak habis harga diri. Tapi satu hal harus kau tahu buat apa semuanya ...

BENNY 
Aku tidak menyalahkan siapa-siapa. Aku Cuma bilang; kasihan aku.

MAGDA 
Yah ...

BENNY 
Mungkin aku yang salah.

(Menutupu mukanya dengan kedua tangan)

MAGDA  (Setelah lama sunyi)
Benny, apa tidak pernah kau coba untuk menjual lukisan-lukisanmu? Mungkin bisa laku. Di rumah majikanku aku melihat begitu banyak lukisan tergantung di dinding ruang tamu dan dia bilang bahwa harganya mahal-mahal. Aku telah lama melihat bahwa lukisanlukisanmu
tidak lebih buruk dari lukisan-lukisan milik majikanku. Lagipula, pasti ada juga baiknya bagi kau. Aku yakin.

BENNY
Kau benar. Sudah ingin kucoba, tapi aku malu. Mereka akan memperolokolokkanku.

MAGDA 
Ah, kau terlalu rendah diri. Begini, aku punya usul bagus. Kau tahu bukan, bahwa Papa dan Mama besok ...

BENNY 
Ulang tahun perkawinan mereka yang ke dua puluh lima?

MAGDA 
Ya. Cobalah usahakan supaya kita bisa beri mereka hadiah yang tak begitu mahal tapi bisa menyenangkan hati mereka. Aku sendiri telah mengumpulkan sedikit uang. Kalau punyaku dan punyamu digabung tentu kita akan dapatkan hadiah yang agak mendingan. Bagaimana?

BENNY 
Ah, kau kira aku melupakannya, ya?

(Menggandeng Magda)

kemari, coba kau lihat.

(Benny menyeret Magda ke dapur lalu membuka selubung benda yang tergolek disudut dapur).

Lihat, selama seminggu aku telah mencoba menggambar kita ... Aku … Kau … Papa … Mama. Dan semuanya kukerjakan malam-malam sesudah kalian tidur. Aku ingin memberikan sesuatu kepada mereka dengan diam-diam. Suatu surprise.

MAGDA 
Begitu cantiknya aku? Aku tak mengira aku begini bagusnya. Kau sungguhsungguh berbakat Benny. Mama dan Papa pasti gembira. Kalau begitu beres sudah . Kita sudah menemukan hadiah yang menarik.

BENNY 
Di bawah sini akan aku tulis “Buat Mama, Papa tercinta. Dari Benny dan Magda. Dua puluh lima tahun bahagia bersama”. Eh kau masih punya duit bukan?

MAGDA 
Ya?

BENNY 
Kita belikan Papa minuman keras, supaya besok malam dia betah tinggal di
rumah. Kita harus berbuat sesuatu agar mereka tetap bersama biar dalam
kemiskinan. Kita harus usahakan dari belakang. Apa duitmu cukup?

MAGDA 
Untuk satu botol saja aku kira cukup.

BENNY 
Siapa di antara kita yang telah jadi pemabok? Selain Papa tidak ada. Satu botol cukup untuk bikin dia muntah-muntah, mabok. Dan terpaksa ia akan tinggal di rumah.

MAGDA 
Setuju.

(Kedengaran suara Mama dari luar),

Mama, dia sudah dating.

BENNY 
Dia belum boleh melihatnya sekarang.

(Menyelubungi lukisannya kembali)

Ayo kita kembali duduk-duduk

(Mereka kembali keruan tengah dan Magda menyisir rambut seakan-akan tak terjadi apa-apa, sementara itu Benny membaca).

MAMA  (Mama masuk).
Kasihan Rice. Ternyata semua orang sudah tahu. Mereka lagi ribut-ribut sekarang. Kau tahu Magda, Rice bunuh diri gara-gara pacarnya memutuskan percintaan mereka ketika tahu bahwa Rice hamil empat bulan. Dia lari kemana. Eh, kalian belum berangkat juga?.

(Melihat jam dinding).

Sudah hamper jam delapan, kau telat nanti Magda.

MAGDA 
Sebentar Mama. Aku belum lagi menemukannya. Kemarin sore aku taruh disini. Apa sudah Mama pindahkan ke tempat lain?

MAMA 
Apa?

MAGDA
Alat-alat menjahitku.

MAMA 
Kau memang ceroboh. Kuingatkan itu adalah senjatamu, tak patut kau taruh di sembarang tempat. Coba kalau ada anak-anak kecil kemari dan mengambilnya. Apa yang akan kau katakan?

MAGDA
Kemarin, aku pusing kepala Mama. Aku taruh di sini. Tak mungkin bias hilang.

MAMA 
Memang masih ada. Disitu di dalam lemari pakaian dekat tas Mama yang
hitam.

MAGDA  (Masuk kekamar)
Memang ada. Nah, ini dia.

(Keluar).

Aku pergi sekarang.

BENNY 
Jangan lupa Magda, kau tahu bukan mereknya ?

MAGDA 
Dua kucing hitam berhadapan. Dan botolnya gak gemuk pendek semacam
kendi.

BENNY 
Ya, persis.

MAMA 
Apa itu?

MAGDA 
Sampai nanti Mama

(Cepat pergi)

MAMA 
Kau bicara tentang apa Benny?

BENNY  (Memeluk Mama)
Mamaku sayang. Aku tadi telah menyinggung hatimu bukan? Kau tidak marah bukan? Mama, aku ingin mencium pipimu setiap hari asalkan kau tidak cerewet lagi.

MAMA 
Benny, kau ini seperti anak kecil saja. Ayolah jangan begini. Mama mau menyeterika, Benny.

BENNY 
Tapi jika dipikir-pikir tak ada Mama yang tak cerewet. Beruntung juga aku mempunyai Mama yang cerewet. Sedikitnya hari-hari tak pernah kulewati dalam kesepian. Aku juga mesti pergi. Ada seorang kawan yang berjanji akan menolongku. Mudah-mudahan dia benar-benar mau menolongku. Hati-hati di rumah, Ma

PERGI.

MAMA 
Kau tidak sarapan dulu?

BENNy  (Dari luar)
Aku sudah kenyang Mama. Kenyang karena angin dan air dingin

MAMA 
Anak nakal

(melihat sekeliling).

Berantakannya kamar ini. Aku harus membereskannya, aku harus membersihkannya, tapi pertama-tama aku harus menyelesaikan semua seterikaan ini dulu.

MELIHAT KERANJANG YANG PENUH PAKAIAN IA MENYETERIKA LEBIH CEPAT SEMENTARA ITU JAM DINDING BERBUNYI TEPAT DELAPAN KALI.

FADE OUT

SELESAI ADEGAN PERTAMA.

ADEGAN DUA

KETIKA LAMPU FADE IN, KAMAR TIBA-TIBA TELAH BERSIH DAN RAPI. MULA-MULA DARI LUAR RUMAH KITA DENGAR NYANYIAN. “SELAMAT ULANG TAHUN KAMI UCAPAKAN” DAN NYANYI GEREJA “DATANGLAH KEMARI PENGANTIN SUCI” DINYANYIKAN DALAM KOOR YANG KACAU TAPI SPONTAN DAN GEMBIRA. LALU KITA MASUK KEKAMAR TENGAH. KITA MELIHAT MEREKA BEREMPAT DUDUK MENGELILINGI MEJA. BERNYANYI DAN BERTEPUK TANGAN. ADA LILIN DI MEJA. MAKANAN DAN BOTOL MINUMAN KERAS SETENGAH KOSONG. KUE ULANG TAHUN. LUKISAN BENNY TERPAJANG DI TENGAH RUANGAN ANTAR JAM DINDING DAN POTRET TUA.

PAPA  (Lalu Mama meniup lilin)
Astaga, susah payah juga rupanya meniup api dari dua puluh lima lilin. Nah, sebelum kita makan, bagaimana kalau kau menciumku dulu?

MAMA 
Sudahlah, aku sedang terharu.

PAPA 
Sudah kucium kau berualng kali tadi. Sekarang (Giliranku menciummu).

MAGDA 
Ayolah Mama.

BENNY 
Mama.

PAPA 
Marie aku menunggu.

BENNY 
Mama kalau kau malu, kami akan tutup mata.

MAMA  (Dengan cepat mencium Papa, lalu duduk seperti biasa membagikan
makanan dalam piring-piring)
sudahlah, kita sudah terlalu tua untuk berciuman.

BENNY  (Dan Magda bersorak gembira, bertepuk tangan)
Bagus.

PAPA  (Tak menduga)
Cuma pipi?

MAMA 
Lalu apa?

PAPA 
Cuma pipi? Ayo Mama curang.

MAGDA 
Lihat muka Mama merah.

BENNY 
Mama malu

(Semua tertawa riuh kecuali Mama yang salah tingkah).

MAMA 
Kalau kau ganggu aku terus menerus aku akan tutup pesat ini, akan kutaruh dalam lemari makanan–makanannya, lalu kukunci rapat-rapat pintu lemarinya dan aku biarkan tikus-tikus menggerogotinya.

BENNY 
Jangan Mama aku masih lapar.

MAGDA 
Ya, Mama kami masih lapar.

PAPA 
Di mana kau beli minuman ini Magda? Rasanya seperti minuman surga. Kalau aku yang beli biasanya hambar saja tapi yang ini lain. Apa mungkin begitu? Merek sama tapi lain rasanya?

MAGDA 
Soalnya bukan itu Papa.

BENNY 
Soalnya Papa sudah mulai mabok jadi segalanya terasa seperti semangat surga.

PAPA 
Eh, anak kecil tahu apa tentang orang mabok? Satu botol bukan apa-apa bagi Papamu. Setengah botol belum cukup untuk membuatku mabok. Nah, kau lihat sendiri masih setengah lebih. Lihat, lihat, biar jelas.

(Benny tertawa).

BENNY 
Papa, kau berjanji akan mengkritik lukisanku setelah lilin padam ditiup. Sekaranglah waktunya.

PAPA 
Baik, baik akan kukatakan pendapatku tentang lukisan itu. Dengarkan baik-baik. Kalau dilihat betul-betul memang bagus secara keseluruhan. Cuma satu cacatnya. Lihat baik-baik pada bagian mata, Mata Papa.

MAMA 
Jangan dengarkan omongan Papa Benny, ia pasti akan ngelantur.

PAPA 
Kau tahu aku lebih tahu tentang lukisan daripada Mamamu. Coba lihat jelas-jelas. Mata Benny bagus. Persis mata seorang anak muda yang masih segar. Mata Magda tidak lebih daripada mata seorang gadis yang penuh dengan harapan, itu cocok, mata Mamamu -seekor kucing setengah tua yang tak acuh. Persis bukan ?

MAMA 
Kupukul-pukul kau

(Semuanya tertawa).

PAPA 
Aku hanya bilang seperti tidak persis. Jangan marah dulu. Kuteruskan. Yang aku keberatan ialah kenapa justru mataku kau gambar begitu galak seperti burung hantu? Itu aku protes. Kau sedang mencoba memperolokolokkan Papa? Ujudku kan tidak begitu ganasnya.

BENNY 
Aku melukiskan kesan Papa. Apa yang telah terkesan di otakku tiba-tiba telah ku pindahakan ke kanvas. Mungkin saja ketika kesan Papa kuhadirkan dalam otakku ada ujud burung hantu yang lewat tiba-tiba saja dan ketika tanganku bekerja secara tak sadar aku telah menggambar begini. Yah, aku minta maaf.

PAPA 
Aku tidak bilang lukisanmu itu buruk. Jangan lupa aku Cuma bilang bahwa ia ada cacatnya. Tapi itu menurut aku. Lukisan itu bagus, bukan begitu Marie?

MAMA 
Bagus, Mama senang. Yah, Mama tidak mengerti tentang lukisan, tapi sungguh-sungguh Mama senang. Warnanya mengingatkan Mama seperti matahari yang tenggelam diujung laut, kauingat itu Tom?

PAPA 
Warnanya manis dan suram.

MAGDA 
Ungu dan hitam.

BENNY 
Merah magenta dan biru

PAPA 
Ah, bagus, bagus. Kita harus bersyukur pada Tuhan bahwa kita bias merayakan hari yang bahagia ini dengan sederhana. Sayang pendeta Chris yang baik hati itu sudah meninggal. Jika ia masih ada tentu ia akan memberkati kita.

MAMA 
Ia akan emlihat bahwa perkawinan yang pernah direstuinya telah berumur dua puluh lima tahun. Sayang sekali.

PAPA 
Tapi ada satu hal yang tadi menggangguku.

MAMA 
Apa itu Tom?

PAPA 
Omong-omong, kalian dapat duit darimana? Betul-betul aku sangat heran, bagaimana mungkin duit yang kuperoleh bisa semewah ini. Barangkali duit yang kuberikan padamu Cuma cukup untuk membeli kue itu saja. Tapi yang lainnya datang darimana? Aku curiga jadinya. Dari kau Magda? Benny? Atau kau,Marie?

MAGDA 
Kita bukakan rahasianya Benny?

BENNY 
Papamu mau tahu?

PAPA 
Tentu.

MAGDA 
Aku menabung khusus untuk itu.

PAPA 
Dan kau Benny?

MAGDA 
Benny telah menjadi pelukis Papa. Salah satu lukisannya telah ia jual dan laku, lumayan juga, sama dengan gajiku dua bulan untuk satu lukisan

MAMA
Betul itu Benny?

BENNY 
Terlalu kau Magda. Kau sudah bilang supaya rahasia ini jangan kita katakana pada siapa-siapa. Lebih baik ceritakan cerita bohong yang lain.

MAMA 
Jadi lukisan-lukisanmu ternyata bisa dijual. Yang ini pasti akan mahal.

(Menunjuk lukisan keluarga).

Kita bisa kaya karena itu Benny.

BENNY 
Yang ini? Jelas tidak akan kujual.

BENNY 
Ini khusus buat Mama dan Papa.

PAPA 
Kau dengar itu Marie? Kita punya anak seorang pelukis. Sejak aku mimpikan bahwa aku bakal punya anak seorang pelukis.

(Dari jendela muncul orang menongolkan kepalanya).

OMA 
Aku mendengar nyanyian-nyanyian. Aku turun kemari. Panas sekali di dalam kamarku, mungkin hari akan hujan. Eh, sedang berpesta rupanya.

MAMA 
Masuklah Oma, kami lagi menikmati kenangan masa lalu sebentar.

BENNY  (Pada Papa).
Sebuah labu datang lagi untuk berteriak.

PAPA  (Pada Benny)
Kali ini ia tidak akan menggedor-gedor pintu kamar mandi, tapi datang untuk menggedor-gedor pintu kau ulang tahun.

BENNY  (Pada Papa)
Memalukan. Apa mungkin dia bisa kita sayur?

MAMA 
Ayolah Oma. Tidak usah malu-malu. Tidak ada siapa-siapa.

OMA 
Terima kasih Marie. Aku mesti menyelesaikan rendaanku. Kau tahu Christine bukan?  nakku yang baru saja kawin satu tahun yang lalu? Kini ia telah pindah ke Bandung. Setelah sebelas bulan tinggal bersama mertuanya di Samarinda. Dan kemarin dulu ia mengirim surat.

MAMA 
Oma harus mencicipi kue ini

OMA 
Ah, hari jadi siapa ini?

BENNY 
Benar, Oma. Dua puluh lima tahun yang lalu Marie dan Thomas Pattiwel dikawinkan dengan syah di gereja oleh Pendeta Chris.

(Pada tertawa).

MAGDA 
Hus, Benny.

OMA 
Oooo –begitu? Selamat, selamat aku ucapkan.

(Menjabat tangan Mama)

MAMA 
Tom …

PAPA  (Bangkit menyalami Oma)
Terima kasih.

OMA 
Enak kuenya. Kau beli dimana? Pasti bukan di Cikini.

BENNY 
Di Cikini Oma ... kami telah mampu berbelanja di pasar Cikini. Ah, Oma terkejut. Mungkin Oma sangka kami bohong. Tidak. Bukan begitu Magda?.

MAGDA 
Memang begitu.

OMA 
Oh,

(Mencoba mengalihkan soal)

Christine, Marie –telah kaya sekarang dan ia mengharap aku mau tinggal di rumahnya, suratnya telah dating kemarin sore. Besok akan kubalas suratnya dan akan kukatakan bahwa aku ingin menghabiskan sisa-sisa umurku di sini dan akan kukirim taplak meja berenda ini padanya. Sudah lama sekali ia menginginkan ini. Dan untuk membuatnya sendiri ia tak bisa merenda.

MAMA 
Christine, aku tahu ia sangat cantik.

OMA 
Ya, kasihan ia. Ia sangat cantik tapi terlalu kumanjakan. Aku tahu ini salahku. Tapi kupikir-pikir tak ada salahnya memanjakan anak perempuanku satu-satunya. Kumanjakan ia hingga memasak sayur asempun ia tak bisa. Aku tak tahu bagaimana keadaan dapurnya. ia sudah mulai bisa memasak sendirian, atau ia mampu menggaji babu. Ah, sebagai Mamanya, Marie, aku maklum bahwa ia mengundangku untuk tinggal bersamanya karena ia butuh keahlian itu, memasak dan mengatur rumah tangga. Pintar ia. Anak-anak, anak-anak, tapi aku sudah cukup dengan segala itu. Aku ingin istirahat. Tulang-tulangku sudah mulai menua. Dan penyakit encok yang berkala datangnya sangat membuat aku semakin lemah. Eh, Marie, kau tahu dokter Haryono ynag tinggal di jalan sawo, bukan? Dulu ia sering kemari. Aku tahu ia mencintai anakku. Begitulah tergila-gilanya pada yang lain. Dan dokter Haryono mundur teratur. Kasihan memang, tapi apa boleh buat. Nah, kemarin aku bertemu dengannya, dan ia memberikan obat_ apa itu, lupa lagi aku namanya. Dan aneh sekali, penyakit encokku makin hari semakin berkurang rasa sakitnya. Nyerunya hilang. Betul-betul baik hati ia.

MAMA 
Dokter-dokter jarang yang tidak baik hatinya. Apa tidak lebih baik Oma masuk saja? Di luar pasti dingin sekali.

OMA 
Biarlah, lain kali saja. Terima kasih, Marie. Kuenya enak sekali. Tom, telah duapuluhlima tahun kau menjaga Marie, ya?

PAPA 
Duapuluhlima tahun lewat tiga jam, Oma.

OMA 
Ya, haru sekali, aku. Mari, oh, aku beri tahu kau satu hal lagi. Kalau kau
mau ke pasar, jangan kau titip apa-apa sama Entin. Lebih baik pergi sendiri.

MAMA 
Kenapa?

OMA 
Ia suka mencatut harga. Sudahlah.

(pergi)

BENNY 
Terima kasih, Oma. Datanglah kemari sering-sering selama kami masih punya kue buatan toko Cikini.

MAMA 
Benny, tak baik didengar tetangga.

BENNY 
Nyinyir.

PAPA 
Nah, aku kenyang sudah.

MAGDA  (Menyikut Benny)
Ia sudah mau pergi.

BENNY 
Tidak, ia Cuma mengatakan bahwa ia kenyang.

MAGDA 
Kita tinggalkan mereka berdua, supaya mereka bisa bicara tenang-tenang tanpa gangguan kita.

BENNY 
Usul bagus.

MAGDA 
Baik, Mama. Aku dan Benny akan pergi sebentar, sebentar saja.

MAMA 
Pergi ke mana? Malam-malam begini?

MAGDA
Cari angin di luar.

BENNY  (Menggandeng Magda)
Mungkin nonton bioskop.

(Cepat keluar)

MAMA 
Jangan terlalu malam-malam pulang.

PAPA 
Biarkan mereka bersenang-senang sedikit.

SUASANA JADI KAKU UNTUK SEMENTARA. ADA SEMACAM KENANGAN MELINTAS DI PIKIRAN MEREKA. KENANGAN MASA MUDA. TENTANG HIDUP, TENTANG KEBAHAGIAN, TENTANG CINTA, SERASA MEREKA JADI HIDUP MUNDUR 25 TAHUN KE BELAKANG

PAPA 
Kau cantik sekali, Marie. Dengan topi itu rasanya aku berhadapan seperti dengan seorang bintang film.

MAMA  (Kikuk)
Ya, ya. Topi dari gudang. Telah aku sulap jadi begini. Kelihatan masih bagus, bukan?

PAPA 
Baru aku perhatikan sekarang bahwa kau memakai topi. Dulu kau juga pernah memakai topi. Lalu kau agak tersinggung sedikit, dan aku katakan; selama rambut kau masih bagus, kenapa kita mesti memakai topi. Kemudian kau menurut dan sejak itu kau tidak pernah memakai topi. Rambutmu dulu bagus sekali. Panjang dan lebat, hitam dan mengkilat. Betapa marahnya aku bila rambut itu kau potong biar sejengkal tanpa setahu aku. Kau nampak lebih cantik dengan rambut terurai. Kenangan masa muda.

MAMA 
Kita telah sama-sama tua.

PAPA 
Ya, Marie.

(Mengambil sesuatu dari kantong bajunya dan menunjukkan sebuah potret yang lusuh)

Kau ingat potret ini? Lihat, kau uraikan rambutmu dan sepanjang itu. Aku ingin melihat lagi kau seperti ini, Marie.

MAMA 
Tom, kau temukan di mana potret ini?

PAPA 
Kemarin lama aku bertemu dengan kawan lama dan ia mengajak aku ke rumahnya. Di sebuah album miliknya kutemui potret itu dan aku minta kembali. Ia cuma mengizinkan meminjakannya selama satu minggu. Satu minggu lagi ia akan datang kemari bertamu, dan mengambil kembali potret ini. Tapi bukan itu saja, ia berjanji akan mengusahakan kerja untukku.

MAMA 
Tom, kau masih nampak muda. Gemuk dan berseri-seri.

PAPA 
Pada waktu itu kita belum kawin.

MAMA 
Coba kau ingat-ingat di mana tempat ini?

PAPA 
Aku ingat. Di tepi pantai sore hari. Di sini, di sebelah sini, menara, mercusuar dan di sebelah sini rumah makan. Kita sering makan di situ. Waktu itu kita pergi bertiga. Bersama ...

MAMA 
Yopie. Aku ingat bersama Yopie, kawan akrab kita.

PAPA 
Nah, dari dia aku dapat potret ini.

MAMA 
Dari dia? Kau bertemu dengan dia?

PAPA 
Ya.

MAMA 
Bagaimana keadaannya?

PAPA 
Sangat kaya. Dia punya perusahaan kayu yang sangat maju.

MAMA 
Beruntung sekali.

PAPA 
Kalau ia tak pergi ke Surabaya, tentu malam ini akan datang kemari.

(Diam)

Marie, aku ingin topi itu kau buka. Aku ingin mengelus-elus rambutmu ynag panjang hingga puas.

MAMA 
Tapi, tapi Tom ...

PAPA 
Ayolah, kau pasti akan lebih cantik ...

MAMA 
Tom, aku ...

PAPA 
Kucopot topimu?

MAMA 
Jangan, jangan ...

PAPA 
Kenapa?

MAMA 
Aku ... ah, kau pasti marah padaku.

PAPA 
Aku? Kenapa harus marah? Kubuka sekarang, heh?

MAMA 
Baiklah, tak ada gunanya lagi. Toh akan ketahuan juga nanti. Jangan, biar aku sendiri yang membukanya.

(Mencopot topinya)

Kau lihat sekarang …

PAPA 
Astaga, Marie, kau apakan rambutmu? Kau ...

MAMA 
Ya.

(Hampir menangis)

Akan kuberi tahu, akan kuceritakan kenapa. Pagi tadi hampir-hampir aku kehilangan akal dari mana akan aku peroleh untuk segala ini. Aku ingin kita merayakannya. Tom, biar sederhana, tapi harus ada peringatan dan tentu saja aku tak mau kalau kita merayakannya Cuma dengan air dingin. Duit yang kau berikan padaku, kemarin sore_ Cuma cukup untuk beli sebotol sirup dan sebungkah es batu. Waktu itu aku belum tahu bahwa Benny dan Magda mempunyai cukup uang untuk segalanya ini. Lama aku memikirkan dari mana aku bisa dapatkan uang tambahan untuk menyiapkan pesta kita. Paling sedikit kita berempat harus
makan enak.

MAMA 
Itu tekadku. Lalu tiba-tiba aku dapat akal_ sesudah kalian pergi aku juga pergi ke pasar pagi. Aku tahu bahwa kau akan marah, tapi apalagi yang bias aku lakukan? Tak ada jalan lain. Aku pergi ke tempat mereka, sederetan pedagang-pedagang dan aku kenal salah satu di antara mereka. Seorang nenek tua yang sedari dulu, jika aku lewat di depannya, selalu memuji kelebatan rambutku dan ia mau membelinya. Aku datang padanya. Lalu segalanya terjadi. Aku harus melihat dengan mata kepalaku sendiri, milikku ini digunting jadi miliknya, sesudah aku menerima beberapa lembar duit. Kau tahu, Tom, tadinya aku berfikir mungkin jam antik itu bisa aku jual dan pasti akan laku agak mahal, tapi akhirnya aku berfikir lagi dan berfikir lagi. Tak mungkin itu. Jam antik itu milik kita bersama. Ia adalah kenang-kenangan kita, cinta kita. Dia adalah kita. Dan kejadian itu bukanlah sesuatu yang mendesak, walaupun penting tidak darurat. Lagipula sudah terlanjur aku mendapatkan jalan lain yang lebih mudah. Tidak tega aku melepaskan jam itu ... lalu aku memutuskan bahwa lebih baik rambutku saja yang aku relakan.

PAPA 
Marie …

MAMA 
Aku tahu kau pasti marah, tapi aku sudah pikirkan hal itu baik-baik dan segala resiko aku sendiri yang akan mempertanggungjawabkannya. Soalnya aku ingin ada yang merayakannya. Dan untuk itu kita perlu biaya_kita perlu uang, tidak banyak, cukup untuk sebuah pesta yang sederhana. Dan cuma itu satu-satunya hal yang bisa aku lakukan. Kau akan memaklumi
aku, bukan ? Kau harus bisa mengerti. Bisa, bukan? Tom ?

PAPA 
Ya, Marie. Tak ada lagi yang bisa kita lakukan.

(Mencoba mengalihkan persoalan)

Ah, hanya soal rambut. Mengapa? Beberapa bulan lagi tentu ia akan memanjang lagi. Lupakan, Marie, lupakan.

MAMA 
Tom, mula-mula berat sekali aku lakukan. Aku malu, sangat malu. Ya, seakan-akan sesudahnya semua mata memandang kepadaku dan menuduhku pencuri. Pencuri milikku sendiri. Walaupun si nenek itu bilang bahwa hal itu biasa, tapi tetap saja aku celingukan mencoba mencurigai setiap orang yang memandangku. Dari rumah sudah kurencanakan segalanya. Sesudah rambutku tidak ada aku harus kelihatan tetap cantik dan nenek itu sanggup membuat rambutku keriting dalam waktu dua jam dengan bayaran yang murah. Hingga sisa harga rambut tadi masih bisa untuk keperluan yang lain. Tapi, Tom, aku harus mengutuki hujan. Begitu derasnya air mengalir dari langit sehingga semuanya jadi berantakan. Yah, semuanya jadi kacau. Aku telah melihat diriku dalam kaca dan rupaku persis bebek yang kedinginan kena hujan. Seekor kucing tua yang budukan. Rambutnya kacau balau.

MENANGIS DAN TERTAWA DI ANTARA TANGISANNYA

PAPA 
Sesudah itu kau mencoba menutupinya dengan topi?

MAMA 
Ya.

PAPA 
Itu sebabnya dari tadi kau kelihatan seperti ikan. Seakan-akan cerewetmu sudah hilang entah ke mana. Mukamu pucat seperti tubuh kurang darah.

MAMA 
Aku pucat, Tom?

PAPA 
Tidak, Marie, kau tetap pria tercantik.

MAMA 
Biar rambutku hilang separuh? Aku telah kehilangan kekuatan untuk yang satu itu. Aku ingin, aku ingin, Tom. Aku ingin tapi aku tidak tahu kenapa hatiku dingin.

(Menangis)

Kau sudah berjanji tidak akan mengungkitungkit lagi hal itu.

PAPA 
Kau bisa. Aku yakin kau bisa. Kau Cuma belum pernah mau mencobanya.

MAMA
Kau sudah berjanji tidak akan mengungkit-ungkit hal itu lagi. Mungkin aku sakit atau apa. Entahlah, mungkin rasanya aku sakit dan selama ini kau telah memperlakukan aku sebagai orang sakit. Tom, aku sudah berjanji ...

PAPA 
Kau Cuma terlalu dibayangi oleh ketakutan tanpa sebab. Kita akan coba lagi berdua. Akan aku bantu kau.

MAMA 
Aku tak bisa.

PAPA 
Sudah tak jadi soal lagi bagiku.

MAMA 
Betul-betul kau tidak marah?

PAPA  (Mengangkat kedua jari tangannya)
Aku bersumpah ...

MAMA 
Tom, tak usah bersumpah …

PAPA 
Marie …

(Memeluk mama dengan keras dan diciuminya. Untuk sesaat sunyi, lalu terdengar suara Papa hampir berbisik)

Kita mulai sekarang.

MAMA 
Apa, Tom?

PAPA 
Aku ingin kau kembali lagi jadi istriku malam ini. Aku bersumpah, aku akan terus di rumah. Aku tak akan pergi-pergi lagi.

MAMA 
Tom, aku sudah terlalu tua untuk itu.

PAPA 
Dengar, Marie, kau tentu bisa memaklumi aku, bukan?

MAMA 
Ya, Tom, aku tahu. Tapi aku tidak bisa_aku ingin, tapi aku tidak bisa. Aku ciumi kau sepuas hatimu. Tapi aku tidak bisa_aku akan melakukan apa saja, tapi …

PAPA 
Marie, Marie, aku tidak akan meminta apa-apa malam ini. Aku cuma minta satu hal. Kau harus mencoba satu hal_ jadilah istriku kembali. Sudah lama kau hilang. Sudah lama sekali aku merasakan kehilangan. Coba, ingin rasanya aku memeluk kau dalam kehangatan. Kau lihat sentimentil masa remaja mulai lagi menjangkiti tubuhku? Aku ingin selamanya berada di rumah ini. Tapi kau tak pernah mau mencoba.

MAMA 
Aku telah melupakannya, Tom. Urusan-urusan hidup yang lain terlalu merepotkanku.

PAPA 
Mungkin kau telah bisa melupakannya. Tapi aku?

MAMA 
Aku ingin, tapi aku tak bisa.

PAPA 
Hampir tiga tahun, waktu yang sangat panjang.

MAMA 
Aku telah menyiksa kau. Telah kubiarkan kewanitaanku aku injak-injak sendiri. Telah aku izinkan kau berbuat apa saja yang menurutmu baik buat dirimu, asal kau jangan tinggalkan aku.

PAPA 
Kau pikir aku senang melakukannya?

MAMA 
Cari sesuatu yang bisa menyenangkan kau. Aku telah merelakan segalanya.

PAPA 
Kau biarkan aku menyiksa diriku sendiri?

MAMA
Sudahlah, Tom. Tak baik kita merusak suasana gembira ini. Kau sudah berjanji tak akan mengungkit-ungkit hal itu lagi.

PAPA  (Berteriak)
Kau pikir aku senang melakukan hal itu?

MAMA 
Tom ...

PAPA 
Kau tidak punya perasaan. Kau pemalas. Kau tidak pernah mau mencoba. Coba, kapan kau berusaha? Kapan? Kau menyerah pada keadaan dan menutupinya dengan kecerewetanmu. Kau menyerah, menyerah, menyerah.

MAMA 
Tom, mengapa kau? Kau mabuk?

PAPA 
Sepanjang hari mulutmu mengeluarkan kata-kata seperti senapan mesin yang mengeluarkan rentetan peluru. Lalu apabila aku menyinggung yang satu ini, kau bungkam dan Cuma bisa bilang; kau sudah berjanji tak akan membangkit-bangkitkan hal ini lagi. Lalu apa aku? Siapa? Coba?

MAMA 
Aku sudah relakan kau berhubungan dengan wanita itu. Aku sudah relakan supaya kelaki-lakianmu mendapatkan kepuasan. Supaya kau tidak lagi menderita pusing kepala. Supaya kau mendapatkan saluran yang wajar.

PAPA 
Kau pikir aku senang dengan keadaan semacam ini? selama hampir tiga tahun aku membohongi diriku sendiri. Keadaan ini telah kucoba kututupi. Dan aku sudah bosan. Ini gila-gilaan. Kenapa tidak kuceraikan saja kau? Kenapa tidak kutinggalkan saja kau? Ah, Marie, Marie, kau telah menyiksa aku.

MAMA 
Aku tahu, Tom. Aku juga tidak menginginkan hal ini terjadi. Aku tidak ingin. Tapi apa yang bisa kita lakukan? Sudah nasib.

PAPA  (Lemas)
Jadi memang harus begini? Nasib kita memang. Andai kata kita kaya, mungkin kita bisa usahakan sesuatu yang lain. Kita bisa pergi memeriksakan diri pada dokter. Lalu dokter akan menyembuhkan kita dan kita akan kembali lagi seperti biasanya. Tapi kita miskin, dan dokter bukan milik orang-orang yang tidak berduit.

MAMA 
Ya, sudah nasib kita.

PAPA 
Kita harus menjalaninya hingga selesai.

MAMA 
Ya.

PAPA 
Mudah-mudahan kita dapat lotre besok pagi.

MAMA  (Mencoba tertawa)
Ya, yang nomor satu.

PAPA  (Berdiri)
Baiklah. Aku harus meneruskan membenamkan diri dalam Lumpur. Aku harus pergi kalau begitu.

MAMA
Tom?

PAPA 
Kewajibanku menunggu. Gentong bir tentu sudah lama menunggu.

(Memakai jasnya)

Untuk mendapatkan uang kita harus bekerja. Tahu kau, Marie, bahwa sampai saat ini aku masih punya harapan? Dan satu-satunya hal yang mesti aku lakukan adalah berusaha sekuat mungkin untuk menjadi kaya, karena jika kita sudah memiliki yang satu itu, segalanya bisa
terjadi.

MAMA
Tom, kau tinggal bersamaku malam ini?

PAPA 
Cuma untuk tidur berdampingan?

MAMA 
Ya, menemaniku.

PAPA 
Cuma untuk itu, sambil merasakan keperihan nasib. Ada seorang istri, tapi dia cuma seorang perempuan, kawanku, sudah tua, loyo, semacam guling atau bantal. Sudah, Marie. Mungkin Yopie betul-betul menepati janjinya. Aku akan bisa membuat kau lebih bahagia; Benny bisa berpakaian bagusbagus dan tidak lagi kesulitan membeli alat lukis dan Magda tidak usah
lagi bekerja di pabrik konveksi. Mungkin jika aku kaya_andaikata tidak juga_ keadaan semacam ini bisa kita rubah ... aku akan bisa tenang tinggal di rumah, membaca Koran, minum kopi, sambil mendengarkan nyanyian burung-burung kenari dari kandangnya yang dicat merah dan hitam. Sementara anjing gemuk mendengkur di kaki kita. Tapi kemiskinan telah melenyapkan semua itu.

MAMA 
Tom, tidak mau tinggal bersamaku malam ini? Untuk malam ini saja.

PAPA 
Telah kuminta darimu tadi. Tapi kau menolak. Ini juga termasuk salah satu bagian dari seluruh sandiwara hidup kita. Aku pergi, Marie.

MAMA 
Tom ....

PAPA 
Kau telah merelakannya, bukan? Aku bawa botol ini.

(keluar sambil bernyanyi)

MAMA 
Tom, tak kau cium aku …

(Menangis)

PAPA  (Dari luar kita mendengar nyanyiannya)
Jika ular dengan badannya yang kuning ramping menjalar dari belukar yang berkembang kuning, bawa mulutku ke mulutnya biar dipagutnya lidahku dan aku jadi terbang ke
surga.

(Suaranya makin lenyap)

MAMA  (Menangis)
Tom …Jam dinding tepat berbunyi sembilan kali. Perlahan Mama keluar rumah
dan duduk dikursi goyang di bawah lentera yang masih menyala. Kedengaran lolong anjing dari jauh. Jam dinding berdetak lebih keras lagi, memcah sunyi. Muka Mama membesar.

(C.U)

Menunggu dalam sunyi. Kosong. Mauk Benny dan Magda tergesa-gesa.

MAGDA 
Mama, Papa pergi juga? Mama, kenapa kau?

BENNY 
Mama, Papa pergi juga? Mama, kenapa kau?

MAGDA 
Mama, kau dengar aku? Mama?

BENNY 
Lebih baik Mama masuk, di luar angin dingin jahat sekali. (Mama diam saja)

MAGDA 
Biarkan, Benny. Lebih baik kita tidur. Dia pasti akan menunggu Papa
pulang.

BENNY 
Kalau kita tidak pergi tadi, mungkin Papa tidak akan pergi.

MAGDA 
Sudahlah.

(Mereka masuk)

Ah, dia pergi dengan botol minuman.

BENNY 
Pasti dia pergi ke perempuan itu.

MAGDA 
Ah, si gentong bir.

(Sambil masuk kamar)

BENNY 
Menyesal aku telah memberinya minuman. Mungkin dia mabuk dan berkelahi dengan mama.

MAGDA
Sudahlah, pelukis, tidur lebih baik.

(Dari dalam kamar)

Jam dinding berdetak lebih keras lagi. Berdetak seperti detak jantung manusia. Muka mama yang menunggu kelihatan mengantuk dan setia. Jam dinding berbunyi empat kali. Sudah jam empat dini hari. Mama menembus kegelapan dengan matanya. Masih duduk di kursi goyang. Malam hamper mati dan embun mulai turun. Api lentera sudah padam. Benny yang berselimut tidur di sofa dan Magda tidur dengan tenteram di ranjangnya. Detak jam dinding makin cepat seakan detak jantung mama yang juga semakin cepat.

(C.U. mata)

Dan dari jauh, dari dunia khayal yang jauh, ia mendengar suara menderu. Suara barang pecah. Suara teriakan yang parau dan semakin lama semakin putus dan lenyap. Mama berdiri terkejut dan ketiga itu juga lewat seekor kucing dari dapur dan lari menyelinap ke gelap
malam. Mama duduk lagi dengan lemas. Sementara itu jam dinding berdetak lagi lebih keras dan lebih keras lagi. Lalu terdengar lang kah seseorang mendekat dari kegelapan. Ia polisi.

POLISI
Selamat malam.

MAMA 
Ya.

POLISI 
Apa betul ini rumah tuan Thomas Pattiwael?

MAMA 
Ya.

POLISI 
Apa betul ini miliknya?

(menunjukkan KTP berlumur darah dibungkus saputangan putih)

MAMA  (Memperhatikan)
Ya. Ini warna merah?

POLISI 
Nyonya istrinya?

MAMA 
Ini warna merah?

POLISI 
Darah, Nyonya. Itu warna merah.

MAMA 
Darah? Darah siapa?

POLISI 
Sekitar jam duabelas tadi, sebuah konvoi mobil proyek yang mengangkut pasir dari pantai telah mengengkat sedan tua dan sekaligus telah membunuh dua orang penumpangnya. Lelaki dan wanita. Mereka sudah tidak tertolong lagi. Yang wanita adalah pemilik warung minum di
pelabuhan. Dan yang laki-laki adalah tuan Pattiwael. Saya menyesal, Nyonya, talah membawa berita yang buruk.

MAMA 
Tom, akhirnya ini yang terjadi ...

POLISI 
Menurut dokter, keduanya dalam keadaan mabuk sebelum meninggal.

MAMA 
Aku sudah menduganya. Di mana mereka sekarang?

POLISI 
Di rumah sakit.

MAMA 
Ah, mimpi buruk.

(Terhenyak di kursi goyang)

Terdengar lolongan anjing di kejauhan. Jam dinding berbunyi tepat lima kali.
Lampu padam.


THE END
.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar